Sabtu, 26 Januari 2013

Artikel menarik dari Julia van Tiel yang tinggal di Heiloo, Noord Holland, Netherlands

Yak, sekarang dongeng menyoal memori janin, perkembangan emosi, apalagi tengah digunjingkan bisa membuat janin jenius jika perut dielus elus . Lho kok… gampang banget membuat baby jenius kebak multiple intelligence? Engga cuma jenius, bahkan katanya bisa menghasilkan baby yang perfek kumplit gak pakai cacat. Lho…. Apa engga hebat? Tapi rupanya pendidikan kepada orang tua untuk menstimulasi sedini mungkin jabang bayik malah menyebabkan banyak bumil menjadi stress. Soalnya katanya kalau kurang stimulasi gedenya bisa sakit jiwa atau mengalami gangguan belajar. Wak….Gara-gara beberapa surat japri emak stress, maka kuubrak abrik toko buku dan perpustakaan fakultas kependidikan dan keguruan di kotaku. Semuanya kumaksudkan untuk mencari pencerahan dari sumber aslinya, sekalipun seorang teman diskusi sudah mendongeng bahwa janin janin di perut para emak belum komplit, semua masih belum jadi, jempol, otak, mata, dlsbnya, apalagi belum pernah ketemu orang ya gak punya social awarness (yang ada juga ketemu jedag jedug jantung emaknya) dan belum ada selfregulation, jadi gak mungkin ada emosi. Tapi mengapa kok kini ramai digunjingkan di seantero dunia, engga cuma di Eropa, engga di Amerika, kini sudah melipir sampai Indonesia. Ternyata jawabnya, jelas, dan cukup menggelikan. …kik kik kik….(damput kita ini emang jadi konsumen korban doangan).

Eee… ala, ngapain daku pergi ke toko buku wong disana (perpustakaan) ngejentrek sagambreng buku-buku yang menjelaskan tentang learning process. Beberapa buku kucomot, semuanya berjudul Ontwikkeling psychologie (psikologi perkembangan) yaitu dari Matine F Delfos, 2002 (Psikolog ini adalah psikolog kondang yang berkaitan dengan gangguan perkembangan atau pathopsychology); Miriam van Reijen,2000 (psikolog yang demen banget ngoprek perkembangan emosi); Monks, 2000 (psikolog perkembangan yang spesialisasinya pada anak gifted), & Rita Kohnstamm, 2002 (nah ini seru bukunya bener bener psikologi perkembangan yang banyak ngejentrek teori-teori serta aplikasinya dalam bimbingan psikologi jadi isi bukunya juga banyak mengkritik penggunaan teori yang seringkali dipakai secuil secuil atau sepotong sepotong atau bahkan overaplikasi) .

Meski banyak buku psikologi perkembangan, tapi gak banyak yang menceritakan secara detil tentang teori-teori terutama yang klasik (yang pada bekelahi sendiri tea) yang mendukung soratus persen cara belajar (learning process) anak manusia apalagi learning process pada jabang bayek yang masih diperut.
Teori yang sejentrek banyaaaak banget itu akhirnya berhasil kusaring, teori mana yang kini tengah dimanfaatkan oleh para “pakar” stimulasi dini.The New Wave Theory tentang fetal learning. Sampai sampai ada “cabang”baru dalam psikologi yang disebut fetal psychology yang mengklaim tentang adanya personalitas pada janin (hebat ya sampai jabang bayek janinpun punya personalitas) . Karena sang Janin mampu hal hal seperti ini, katanya:
(buat ibu-ibu hamil jangan banyak makan tempe… he he… nanti fetusnya mabuk tempe, apalagi kalau makan pete dan jengkol soalnya katanya indera pengecap janin itu sudah ada jadi dia selain bisa mencium bau jengkol tapi juga mulai mengecap rasa jengkol… ini mah Cuma kata saya lho, aplikasi lho kalau mau ngikutin teorinya).

Nah dari berbagai bacaan tea, maka kutelusurilah teori yang tengah dicomot pakar-pakar stimulasi dini tea, yaitu TEORI HABITUATION namanya, dalam bahasa Belanda dipakai istilah habituatie. Kang comot teori inilah yang diomel-omeli oleh mpok Rita Kohnstamm dalam bukunya: Ontwikkeling psychologie het jonge kleine kind (2002) yang menurutnya banyak psikolog (di Ind juga banyak digandrungi dokters) menggunakan teori ini secara menggampangkan diaplikasikan pada anak manusia. Anak manusia tea pan bukan binatang, katanya, anak manusia tea pan dalam proses belajarnya menggunakan juga perangkat kemanusiaan, yaitu factor kognitif maupun nonkognitif, fleksibiltas, kreativitas, instink, emosi dan tetek bengeknya lagi termasuk juga berbagai organ sensoris atau pancaindera . Belum lagi masih ada factor nature atau genetic yang akan senantiasa menjadi blue print perkembangan seorang anak. Ini, katanya gara-garanya karena ada new wave, teori tua dibuat mederen yaitu teori etiologi dari Konrad Lorenz (1893-1989) orang Perancis (pemakan craisont deh pastinya) yang terkenal dengan teori anak bebeknya. Ini juga gara-gara, kata mpok Rita dalam bukunya sebetebel bantal tea, karena jaman moderen ini mengambil pengertian bahwa learning process merupakan processing informasi yang diperoleh dari berbagai indera (mata, lidah, kulit, telinga dan mata) yang kemudian disimpan dalam sel sel otak.. Terus secara mentah-mentah ditelen gitu doangan. Padahal katanya lagi, memori doang eta mah bukan inteligensia (jadi mana mungkin tah dengan hanya ngelus perut bayeknya bisa berkecerdasan hebring sekalipun ada habituasi juga). Ini kali yang dimaksud temanku, bahwa banyak orang mengambil teori cuma sepotong potong gak utuh, jadinya begitu deh cuma membuat bingung yang menjadi konsumennya.

Habituation sendiri dimencungulkan ke dunia psikologi bahkan ke berbagai riset dasar dalam basic medical sciences oleh Eric Kandel (lahir 1929) psiko-neuroscientist orang Polandia lahir dan sekolah di Austria minggat ke Amerika karena dikejar Nazi. Habituation secara singkat sering diartikan sebagai awal dari memori. Maksudnya jika ada perangsangan pada organ sensoris, maka rangsangan itu akan disimpan dalam sel sel neuron di otaknya yang sekalipun masih sangat sederhana, dalam bentuk memori. Memori ini bisa berjangka pendek dan bisa berjangka panjang. Jika dilakukan terus menerus maka memori itu akan semakin kuat dan menjadi memori jangka panjang. Ada yang mengatakan bahwa ini adalah suatu learning process, sekalipun masih dalam bentuk primitip. Habituation sendiri maksudnya, jika rangsangan pertama si bayek akan memberikan reaksi, namun pada rangsangan berikutnya dengan stimulus yang sama maka ia akan tidak lagi merespon, yang diartikan oleh para pemikir bidang ini sebagai kondisi dimana si bayek sudah belajar bahwa rangsangan itu tidak membahayakan. Dengan begitu pada rangsangan yang sudah ia pelajari tidak membahayakan tsb ia akan bersikap tenang.


Pemikiran inilah yang digunakan oleh Kandel dari berbagai riset-risetnya pada berbagai binatang. Dengan dasar pengertian bahwa binatang mempunyai otak yang sederhana dan sel neuron yang jumlahnya gak terlalu banyak, namun mampu mempunyai memori, maka Kandel mengasosiasikannya pada janin manusia dengan sel neuron yang masih sederhana tea. Dengan begitu kini banyak banget penelitian yang meneruskan Kandel dalam hal nguprek memori jabang bayek. Bahkan ada juga yang nyoba-nyoba kalau semakin dirangsang inderanya – ngikutin teori new wave processing information (rangsangan taktil/raba jabang bayik dielus elus, auditory bayinya dikasih Mozart, emaknya makan yang enak-enak , perut emaknya dikasih cahaya sehingga si bayi punya memori tentang gelap dan terang, dan ibunya nyium bau-bauan ) maka saat bayi itu lahir dia sudah punya memori itu semua. Rupanya penelitian kayak gini lagi rame nih…yang pengen membuktikan bahwa bayek punya memori, dan punya ikatan emosi dengan emaknya karena mendengar dan merasakan denyut jantung ibunya. Kemampuan menangkap rangsang tadi ini kemudian setelah lahir perlu dilanjut, agar bayi-bayi yang ternyata katanya pinter tea akan semakin pinter dan hebring.

Makin rame, soale beberapa hari lalu di tipi Belanda ada tayangan bayi-bayi yang baru lahir dikasih hearingphone disuruh mendengarkan muzik Mozart. Konon banyak yang mendongeng katanya kalau bayi-bayi yang saat emaknya hamil diberi muzik Mozart maka saat begitu lahir teriak oek oek kaget karena dilingkungan baru, bayinya segera diperdengarkan muzik Mozart ia akan segera anteng deh….Eta mah baru cerita, testemoni. Ngebayang kalau emaknya bengekan, terbatuk batuk gak keruan, waktu lahir pasti bayinya anteng kalau ngedenger napas kucing disangkanya emaknya lagi bengek… He he… ini mah dongengku aja.

Teori ini cocok dengan teorinya Konrad Lorenz yaitu tentang imprinting atau fiksasi stimuli di otak. Kasus yang diamati adalah bebek dan angsa. Dia mengamati, bebek begitu jebrot netes dari telurnya, begitu ngeliat ada yang goyang-goyang dimukanya, langsung disangkanya emaknya. Jadi telur bebek kalau dieram oleh ayam, begitu jebrot dia sangka ayam itu emaknya, ngekor aja dia terus pada ayam. (ngebayang engga sih kalau misalnya jadi gynekolog, saat enak enak makan di mol-mol, eh… banyak anak kecil teriak-teriak: “Bapak…. Bapak…..”Soalnya begitu lahir jebrot yang goyang goyang dimukanya adalah pak gynekolog).

Ternyata teori habituation ini bukan sampah lho… he he… ada yang lagi meningkatkan kemampuan dokter gynekolog melacak “kepinteran” jabang bayek dengan memanfaatkan teori habituation ini. Salah satunya penelitian disertasi yang dilakukan dengan judul:
Development of habituation and memory in the human fetus
5 oktober 2001, oleh Cathelijne van Heteren, Katholieke Universiteit Nijmegen
http://www.nvog.nl/pub/dynamic/proefschrift.asp?id=29441

Cathelijne van Heteren ini melakukan percobaan dengan cara emak emak hamil antara 26 – 40 minggu perutnya beberapa kali diberi stimulasi vibroakustik secara berulang-ulang, dalam skala yang bervariasi. Saat jabang bayek diberi stimulus baru, nampak bahwa jabang bayek itu memberikan respon. Diantara jabang bayek itu ada yang memberi respon cepat ada yang lambat. Waktu bayeknya keluar menunjukkan bahwa yang pada lambat itu ternyata mengalami cacat bahkan ada yang cacat kromosom segala. Jadi menurut Catelijne cara-cara ini bisa dipakai untuk mengidentifikasi kondisi janin saat masih di dalam perut, atau pre-natal. (Pan kalau bayi lahir langsung diliat tuh segala refleksnya lalu diberi skor, misalnya Apgar skor kalau skornya 10 namanya perfek baik banget, makin rendah skornya, kemungkinan ada apa-apanya dalam kemajuan di bayek.

Tapi apakah stimulus itu kalau berulang ulang bayeknya akan makin hebring jadi jenius? Jawabnya: tetep aja AUK DAH! Seperti kata para dokter/psikolog dari di bawah ini, yang mengatakan bahwa sekalipun seorang bayi sudah diberi pelajaran kok gedenya lupa? Soalnya Catelijne sendiri juga gak mikir sampai sana, tapi dongeng bahwa kalau rangsangan pada indera jabang bayik diberi berulang ulang sampai terjadi habituasi, dimana si jabang bayek tidak lagi bereaksi waktu dirangsang, apa berarti bahwa bayeknya sudah menerima rangsangan itu, terbiasa, dan menyimpannya dalam otaknya sebagai memori.... ataukah..... bayeknya sudah sebel duluan lalu dia cuek bebek? begitu kata ponakanku... kik kik.... mana tauk!

Begitulah dongengnya. Dongeng ini boleh digebuki, dikeplaki, supaya kita makin mantab mengahadapi berbagai publikasi aneh tapi nyata… he he

1 komentar:

  1. Bahasanya kurang bisa di pahami, ada tea tea, bayek, dll aku gak ngerti

    BalasHapus